Halaman

Minggu, 15 April 2012

Nasehat Untuk Para Gadis

Nasehat Untuk Para Gadis

Anda sebagai seorang gadis dalam ruang lingkup keluarga, dalam bingkai rumah tangga dan dalam banguan istana pernikahan menempati posisi strtegis, memegang peran sentral dan menggengam jabatan penting, sekalipun bukan yang paling, hal itu karena Anda sebagai seorang gadis adalah calon ratu dalam bangunan rumah baru atau calon permaisuri dalam istana baru. Benar, Anda adalah istri masa datang yang menjadi separuh nyawa bagi ikatan sebuah perkawinan, yang menjadi setengah jiwa bagi talian pernikahan. Dan Anda adalah ibu masa depan dalam sebuah bangunan keluarga, pemegang kendali bagi segala urusan anak-anaknya.

Melihat dan mempertimbangkan posisimu yang strategis dan peranmu yang utama, maka mempersiapkan gadis sepertimu sebagai seorang ratu dan permaisuri dalam istana rumah tangga oleh pihak-pihak yang berwenang dan berkepentingan merupakan perkaradharuri,urgen dan penting. Di sisi yang lain upayamu sebagai seorang gadis muslimah dalam rangka menempa dan mempersiapkan diri untuk membangun rumah baru di mana kamu akan menjadi belahan nyawa dan setengah jiwanya merupakan perkara mendasar yang tidak ditawar.

Satu kenyataan yang tidak dipungkiri bahwa seorang istri atau ibu, dan dia sebelumnya adalah seorang gadis, merupakan jangkar penyeimbang bagi rumah tangga, ibarat kapal berlayar yang ada saatnya untuk istirahat melepaskan penat, dan pada sat itu jangkar mengambil perannya mengistirahatkan kapal sekaligus menyeimbangkan penumpangnya, demikianlah istri atau ibu dalam bangunan rumah tangga, rumah tangga berjalan, kadang lamban, kadang cepat dan kadang ngebut, tetapi di sela-sela semua itu ada saat-saat di mana rumah harus istirahat, suami kepada istri dan anak-anak kepada ibu, dan istri atau ibu itu adalah kamu, mungkin saat ini belum tetapi satu hari nanti tanpa kamu bisa berlari.

Rumah tangga sebagai istri dan ibu

Sebuah masa depan di mana Anda sangat sulit kalau bukan mustahil untuk menolaknya, sulit bagi Anda sebagai gadis untuk ngeles, menghindar darinya. Silakan Anda sebagai seorang gadis terbang sejauh-jauhnya, tetapi suatu saat nanti Anda akan tetap memasuki pintu rumah tangga. Silakan Anda sebagai gadis menunda-nunda dan mengulur-ulur demi mempertahankan status sebagai gadis -biasanya menunda atau mengulur dalam kamus seorang gadis bukan karena disengaja, akan tetapi karena belum atau tidak laku- tetapi suatu hari nanti benang pernikahan akan mengikat kedua tangan dan kedua kakimu.

Anda bisa saja berdalih dengan dalil yang sering didegung-degungkan oleh sebagian wanita yang memproklamirkan diri sebagai aktifis perempuan pembela hak-hak perempuan dan aktifis emansipasi, “Saya sudah berbahagia sekalipun tidak menikah, jadi untuk apa saya menikah?” Saya berkata kepada siapa yang mengucapkan kata-kata di atas atau yang sepetinya, “Anda tidak menikah karena telah merasa benar-benar bahagia atau karena tidak laku?” Saya kok meraba yang kedua. Mudah-mudahan benar rabaan saya.

Saya katakan kepadamu wahai gadis, jangan terkecoh, jangan tertipu dan jangan keblinger dengan kata-kata semacam ini, karena ia hanya fatamorgana yang mengelabuhi, kebahagiaannya adalah kebahagiaan semu alias palsu belaka, bukan kebahagiaan sejati. Kalau ia memang kebahagiaan sebenarnya maka alangkah sengsaranya para wanita yang menikah yang mana jumlah mereka tidak berbanding dengan wanita yang tidak menikah, benar bukan? Kalau kata-kata itu benar niscaya di dunia ini tidak ada pernikahan. Orang yang mengucapkannya memang tidak menikah sehingga dia tidak merasakan kebahagiaan pernikahan.

Saya berani bertaruh denganmu wahai gadis, bertaruh apa ya? Janganlah, bertaruh kan tidak boleh. Maksud saya, saya benar-benar yakin bahwa kebahagiaanmu sebagai seorang gadis, sekalipun kamu berpendidikan setinggi langit, berkedudukan paling terhormat di jagat raya, berharta melebihi Qarun, kebahagiaanmu terwujud manakala kamu telah resmi berubah status menjadi istri fulan dan kebahagiaan ini akan lebih sempurna manakala statusmu meningkat menjadi Ummi fulan.

Katakan dengan jujur, benarkan apa yang saya katakan? Benar, kalau tidak benar buat apa banyak para gadis dalam usiamu ngider, bolak-balik ngalor-ngidul untuk mencari teman spesial –saya hanya mengatakan kenyataan bukan membenarkan- dan kalau sudah dapat maka keduanya runtang-runtungberdua ke sana ke mari? Karena di sana kamu menemukan sebuah kebahagiaan, kebahagiaan yang akan membuat hatimu berbunga-bunga mengalahkan bunga taman Monas manakala gacoanmu itu datang menyodorkan tawaran resmi untuk menjadikanmu sebagai belahan jiwanya.

Semua itu membenarkan apa yang saya katakan, bahwa terminal akhir kehidupan seorang gadis sepertimu di mana di sanalah kebahagiaan baginya secara utuh dan sempurna terealisasikan melalui gerbang pernikahan ketika dia berani memberikan kegadisannya demi harapan besar berupa kebahagiaan.


Saya yakin bahwa kamu mendambakan sebuah mahligai pernikahan dan sebuah bangunan rumah tangga yang kokoh dan bahagia, penuh cinta kasih dan kedamaian, tetapi saya belum yakin dirimu mengetahui formula dan landasan dari apa yang kamu idam-idamkan itu. Sebagian dari gadis-gadis sepertimu melihat bahwa kebahagiaan mahligai pernikahan hanya bertumpu di atas melimpahnya materi, kalau suami banyak duit, dari kalangan hartawan. Saya tidak memungkiri hal itu, duit atau fulus memang bisa membuat orang bahagia, namun kamu pun juga mesti mengetahui bahwa tidak semua hartawan hidup bahagia, tidak selamanya uang itu membahagiakan, sebaliknya tidak sedikit orang yang berbahagia sekalipun uangnya terbatas. Hidup memang perlu uang tetapi kalau ia satu-satunya kunci kebahagiaan maka tidak lha ya.

Pijakan kebahagiaan sejati adalah keshalihan, orang yang shalih adalah orang yang berbahagia, tentu kebahagiaannya tidak mungkin dirasakan kecuali oleh dirinya atau oleh orang sepertinya, orang lain yang bukan sepertinya tidak akan merasakannya.

وَلَسْتُ أَرَى السَعَادَةَ جَمْعَ مَا لٍ وَلَكِنَّ التَقِيَّ هُوَ السَعِيْدُ
“Saya tidak melihat kebahagiaan pada mengumpulkan harta
Akan tetapi orang yang bertakwalah orang yang berbahagia.”

Inilah kebahagiaan hakiki dan ketenangan sejati, memelihara dan menjaganya lebih mudah daripada memelihara dan menjaga harta, kalau harta bisa lenyap dan bisa hilang, maka kebahagiaan ikut lenyap dan hilang, itu kalau bahagia diukur dengan harta, namun keshalihan seseorang akan terus bersamanya tidak akan lenyap, sebab salah satu bukti dari keshalihan adalah menjaga keshalihan itu sendiri, sehingga selama ia ada selama itu kebahagiaan pun tetap ada.

Sekarang kembali kepada dirimu, sudahkah kamu mempersiapkan yang satu ini dan berusaha untuk meraihnya? Kalau belum buruan, nanti ketinggalan dan kalau sudah ketinggalan susah menyusulnya, karena merubah diri itu susah sekali. Seandainya Anda sudah menjadi gadis baik, gadis shalihah sejak muda maka tinggal mempertahankannya, sebaliknya kalau kamu sudah kadung nakal dan bengal maka sulit merubahnya, banyak tantangan untuk menuju ke arah perubahan kepada kebaikan, itu yang sulit.

Barangkali kamu belum tahu keutamaan anak muda yang tumbuh dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, jika belum maka saya beritahu bahwa Rasulullah saw memasukkan anak muda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah ke dalam tujuh kelompok manusia yang diberi lindungan oleh Allah di hari di mana saat itu hanya ada perlindunganNya.


سَبْعَةً يُظِلُّهُمُ الله فيِ ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظِلُّهُ....وَشَا بً نَشَأَ فيِ عِبَادَةِ الله

“Tujuh golongan yang mendapatkan perlindungan dari Allah di hari di mana tidak ada perlindungan kecuali perlindunganNya….Dan anak muda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah.” Muttafaq alaihi dari Abu Hurairah.

Saya berharap kamu sudah menjadi gadis yang shalihah, tapi tunggu dulu. Keshalihan seseorang itu ada tandanya, ada buktinya. Kalau kamu sebagai gadis, maka keshalihanmu ditandai dengan ketaatanmu kepada Allah dan rasulNya, sejauh mana nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam terpancar dalam keseharianmu, jilbab syar'i yang merupakan identitas muslimah dewasa harus terlihat pada dirimu, perilaku keseharian harus terukur dengan timbangan syariat. Garis besarnya, perintah agama dilaksanakan dan larangannya dijauhi.

Termasuk pendukung menjadi shalih adalah ilmu agama yang lurus dan benar, dengannya kamu mengetahui agamamu dan selanjutnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, tanpanya sulit seseorang menjadi shalih. Sekarang, adakah minat dan semangat Anda ke arah ini sebagai bekal diri menjadi istri yang shalihah atau ibu yang shalihah? Saya berharap ada.


Sekalipun perjalanan hidupmu menuju ke jenjang pernikahan, meskipun langkah kakimu terayun ke tangga perkawinan, tidak berarti kamu menempuhnya dengan membabi buta dan menitinya secara serampangan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah agama dan tanpa menghiraukan rambu-rambu syariat.

Sebagai gadis muslimah yang shalihah, Anda tetap kudu berjalan di atas rel agama yang Anda yakini, rel yang mengatur hubungan laki-laki dengan wanita, gadis dengan jejaka yang belum terikat tali pernikahan. Jangan terbawa dan tergiur oleh kelakuan kebanyakan gadis yang gatal, dengan dalih mewujudkan kecocokan dan saling pengertian, dia menjalin hubungan pranikah dengan seorang laki-laki yang lazim disebut dengan berpacaran, dan karena yang dicari adalah kecocokan dan saling pengertian maka dia tidak akan pernah menemukannya dalam masa pacaran tersebut, karena tempat kecocokan dan saling pengertian bukan di lahan pacaran akan tetapi di ladang pernikahan.

Pacaran dalam kamus muda-mudi saat ini adalah cara terburuk setelah ‘kecelakaan’ untuk mengawali sebuah mahligai pernikahan, karena: Pertama, ia merupakan pelanggaran terhadap rambu-rambu syariat, tidak ada cara pacaran kecuali ia mengandung pelanggaran: jalan-jalan berdua, berkendara berdua, duduk-duduk berdua, makan-makan berdua dan seterusnya, padahal keduanya belum diikat oleh pernikahan. Kedua, kebohongan dan kepura-puraan, berusaha saling menutupi kekurangan dengan selalu menampakkan kebaikan, biasalah demi menyenangkan pasangan yang takut akan kabur, termasuk dalam cinta, cinta pacaran adalah cinta palsu dan pura-pura, karena cinta sejati hanya akan hadir pasca pernikahan.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21).

Perhatikan, “Supaya kamu cenderung…..dan seterunya.” dijadikan oleh Allah setelah terjadinya pernikahan bukan sebelumnya. Ini berarti kalau ada kecenderungan dan merasa tenteram serta rasa kasih sayang sebelum pernikahan maka ia hanyalah fatamorgama yang menipu dan pelangi yang sesaat.

Ketiga, fakta berkata bahwa pernikahan tanpa mukadimah pacaran secara umum lebih awet dan lebih langgeng daripada pernikahan dengan mukadimah pacaran, lihat fakta kehidupan para artis dan bintang TV, hampir semuanya menikah dengan mukadimah pacaran dan hanya segelintir dari mereka yang pernikahannya langgeng sampai kakek-nenek atau sampai mati, kebanyakan dari mereka bubar di tengah jalan dengan palu pengadilan agama yang mengetok kata talak.

Di mana rahasianya? Bukan rahasia, sederhana saja. Pernikahan yang didahului pacaran, rasa cinta kedua mempelai sudah memasuki masa-masa udzur, saat-saat terbenam, karena sebelumnya sudah diumbar dan dikuras pada waktu pacaran berlangsung, maka begitu pernikahan dilangsungkan –biasanya pernikahan yang dimukadimahi pacaran, biasanya pacarannya tidak hanya sekali akan tetapi berkali-kali- rasa cinta itu tinggal koretan, sisa-sisa, ampas dan daki, maka jadinya yang begitu, pernikahan mudah goyah dan rapuh.

Hal ini berbeda dengan pernikahan yang tidak dimukadimahi pacaran, justru masa pacarannya setelah pernikahan, rasa cinta baru tumbuh dan akan berkembang pesat lagi kuat seiring dengan berjalannya waktu, sejalan dengan lahirnya pengikat-pengikat hubungan syar'i di antara keduanya, maka pernikahannya model ini relatif lebih kokoh.

Di samping itu, pelaku pernikahan yang sebelumnya sudah mengenyam nikmatnya pacaran, lebih-lebih jika pengantin yang dinikahinya ini bukan orang pertama dalam hidupnya akan tetapi yang kesekian kali, ini artinya dia sudah merasakan beberapa orang, orang semacam tanpa iman yang kokoh ini lebih berpeluang untuk selingkuh, lebih-lebih di saat dia menemukan sedikit ketidakcocokan dengan pasangannya yang sah, karena dia mempunyai pembanding, maka ada istilah CLBK, bukan cii luuk baa, tetapi cinta lama bersemi kembali, rumput tetangga lebih hijau, kebun orang lain lebih indah.

Dari sini maka Anda wahai gadis muslimah, buang jauh-jauh cara menikah ini, karena ia adalah cara yang mandul, tidak bermutu dan sudah usang. Berpeganglah kepada batas-batas syariat karena di sanalah kemuliaan dan kehormatanmu.

Setelah Anda mengetahui bahwa berpacaran adalah cara terburuk setelah kecelakaan dalam melangsungkan pernikahan, mungkin Anda bertanya, lalu adakah cara selainnya yang baik lagi syar'i dalam hal ini?


Tidak perlu khawatir dan cemas, dijamin ada. Persoalan apa dan mana di mana Islam tidak mempunyai solusi dan jalan keluarnya? Islam adalah problem solving, hanya saja persoalannya terletak pada pribadi, mau atau tidak dia menerimanya dengan lapang dada?

Cara yang baik dan selamat dalam perkara ini adalah menggunakan makelar atau calo, dan makelar terbaik adalah keluarga, khususnya bapak dan ibu. Benar, minta saja kepada keduanya untuk menyodorkan nama-nama calon pendamping Anda, lalu musyawarakan dengan mereka dan Anda tetap berhak menentukan keputusan akhir.

Begini, sebelum ini saya sudah menulis bahwa modal awal pernikahan yang membahagiakan adalah keshalihan orang yang menjalaninya termasuk Anda, jika Anda sudah memegang modal ini, tentu orang tua Anda, bapak ibu Anda diharapkan juga demikian, karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, berarti di sini telah terwujud komunitas kecil yang shalih beranggotakan Anda dan kedua orang tua Anda, atau kalau mau ditambah maka saudara-saudara Anda.

Komunitas kecil yang shalih ini sudah barang tentu memiliki net, jalinan dan ikatan sosial, biasanya dari hubungan pekerjaan atau hubungan lingkungan ketetanggaan atau hubungan pengajian, yang tentu shalih juga, karena biasanya lembu berkawan dengan lembu, ayam hidup di antara ayam. Dari jalinan dan ikatan yang shalih ini, masak sih tidak ada satu pun yang sesuai dengan standar anda?

Kalau dari bapak ibu tidak terdapat sinyal, maka manfaatkan net kakak atau adik Anda, atau bisa diperluas, manfaatkan net sahabat karib Anda, ya siapa tahu dia mempunyai seseorang yang standar dengan Anda? Kalau ada maka hal itu akan semakin menguatkan jalinan Anda dengan kawan karib tersebut.

Namun perlu diingat bahwa semua itu harus tetap dalam koridor pembolehan dari syara’, dalam rel izin agama tanpa mukadimah pacaran dan yang sepertinya.

Anda tidak dilarang untuk suka kepada seseorang dan berharap dia menjadi pendamping Anda kelak, jika hal ini terjadi dan Anda yakin bahwa di sana terdapat kebaikan, maka tahanlah diri Anda, jangan maju sendiri, alangkah baiknya jika Anda berbicara kepada bapak atau ibu, biar keduanya yang menindaklanjuti.

Khadijah binti Khuwailid mengagumi Muhammad bin Abdullah, dia melihat dan mendengar dari orang kepercayaannya tentang keluhuran perilaku dan kemuliaan tabiat yang dimiliki oleh Muhammad, maka Khadijah berhasrat menikah dengan Muhammad, diapun menyampaikan hasratnya kepada rekan karibnya dan selanjutnya rekan karib ini melobi paman-paman Muhammad yang menyambut baik hasrat Khadijah. Dua keluarga berbicara dan merapat, Muhammad dan Khadijah hanya menunggu, paman-paman Muhammad datang melamar Khadijah kepada keluarganya dan terwujudlah pernikahan.


Pernikahan paling baik mukadimahnya dan paling berbahagia, dan selama itu tidak ada orang ketiga di antara keduanya, dianugerahi anak-anak enam orang yang menghiasi dunia dengan keshalihan, dan Muhammad menikah sebagai seorang pemuda adalah pada saat dia menikah dengan Khadijah.

Inilah cara menikah yang baik lagi syar'i, membuktikan bahwa menikah dengan cara ini justru lebih melanggengkan dan membahagiakan, dan yang paling penting tidak memikul dosa kasak-kusuk pacaran. Anda berminat? Semoga. (Izzudin Karimi / alsofwah.or.id)

Tidak ada komentar: